Minggu, 03 Januari 2010

Kompor hemat berbahan bakar sawit

Ini Dia, Kompor Hemat Berbahan Bakar Sawit. — Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta mitra Wantimpres mengembangkan kompor hemat berbahan bakar kelapa sawit. Satu kilogram biji sawit dengan harga Rp 700 bisa dipakai selama lima jam.

Kompor ini sudah diujicobakan kepada para transmigran di Tanjungjabo Timur, Provinsi Jambi, pekan lalu. Sebanyak 250 kompor diserahkan kepada transmigran oleh Menakertrans Muhaimin Iskandar di kawasan transmigran Kota Terpadu Mandiri di Jambi.

Kompor berbahan pelat aluminium tersebut adalah penemuan Bayu Himawan dan Achmad Witjaksono yang sudah memiliki hak paten.

Salah seorang warga, Ny Umdanah (34), menyatakan merasakan manfaat kompor sawit, apalagi di kampungnya sangat gampang mendapat biji sawit karena ada perkebunan sawit. Saya juga punya pohon sawit," katanya.

Menurut bayu, kompor berisi bahan bakar 200 gram biji sawit kering akan menghasilkan nyala api selama 50 menit. Satu kilogram biji sawit kering menghasilkan nyala api selama 250 menit atau 4 jam 10 menit. Jika setiap keluarga aktivitas memasaknya tiga jam per hari, keluarga tersebut hanya perlu memiliki satu pohon kelapa sawit.

Dirjen Pembinaan Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi (P2MKT) Djoko Sidik Pramono menjelaskan bahwa tahun depan Depnakertrans akan memasok 5.000 kompor berbahan bakar kelapa sawit ini kepada para transmigran.

Di Bogor, kompor sawit seperti ini sudah dinikmati 25 petani pohon kelapa sawit di Kampung Samprog, Desa Pangaur, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Mereka umumnya mengakui bahwa penggunakan kompor ini cukup efektif.

Menurut Bayu, kompor ini antimeleduk karena tidak memakai sumbu. Perut kompor terdiri atas dua bagian, yakni tangki penampungan dan pembakaran buah sawit di bagian bawah serta sarangan pengatur api di bagian atas. Kerja kompor ini adalah memanfaatkan aliran udara dari bawah yang menuju atas akibat adanya api pada buah sawit yang dibakar di tangki penampung sawit.

"Api yang dihasilkan dapat dibesarkan atau dikecilkan sesuai keinginan penggunanya. Jika dijual, harga kompor ini kami perkirakan antara Rp 70.000 dan Rp 150.000 per buah," kata Bayu. ( kompas.com )

Sofyan Djalil: RI Produsen CPO Nomor 1 di Dunia

JAKARTA - Indonesia diklaim menjadi pasar minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) nomor satu di dunia, dengan produksi di 2008 tercatat sebesar 19,9 juta ton dan diperkirakan akan meningkat menjadi sebesar 22,4 juta ton di 2009.

"Indonesia produksi CPO-nya pada 2008 sebesar 19,9 juta ton dan diperkirakan akan meningkat pada 2009 menjadi sebesar 22,4 juta ton," ujar Menneg BUMN Sofyan Djalil, dalam sambutannya saat peresmian pasar fisik CPO terorganisir BBJ, di Hotel Four Season, Jakarta, Selasa (23/6/2009).

Dia mengatakan, dengan produksi CPO yang terus meningkat, sudah selayaknya Indonesia memiliki pasar fisik CPO yang terorganisir. Maka dari itu bekerja sama dengan Bursa Berjangka Jakarta akan dibuka pasar fisik CPO terorganisir.

Tujuan dari pendirian adalah selain memiliki referensi harga yang transparan, juga diharapkan Indonesia bisa menjadi salah satu referensi harga atau barometer pasar fisik CPO dunia.

Adapun komposisi produsen CPO secara garis besar dihasilkan oleh perkebunan rakyat sebesar 34 persen, perkebunan swasta sebesar 52 persen, dan sisanya dihasilkan oleh PT Perkebunan Nusantara (PT PN) sebesar 14 persen.

"Dengan adanya pengelolaan pasar yang terorganisir seperti BBJ, diharapkan harga yang terbentuk dalam bursa bersifat transparan dan didesiminasikan (disosialisasikan) ke pasar global dan dapat dipercayai semua pihak. Pada gilirannya nanti, harga yang terbentuk di bursa tersebut dapat menjadi harga panutan bagi seluruh pelaku pasar CPO," jelasnya.

Menurutnya, saat ini baru dua pemain saja yang terdaftar dalam pasar fisik CPO terorganisir di BBJ, yakni PT PN dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI).

"Inisiatif PT PN dan RNI ini diharapkan juga mendapat respons dari kalangan pengusaha besar. Sehingga Indonesia sebagai salah satu barometer pasar fisik CPO dunia dapat segera terealisasi," pungkas Sofyan.
(ade) 23062009 ocezone.com

Malaysia sudah menguasai 2 juta hektar lahan perkebunan kelapa sawit

Asosiasi Petani Kelapa Sawit (Apkasindo) mengklaim, Malaysia sudah menguasai 2 juta hektar lahan perkebunan kelapa sawit, dari total 7,2 juta hektar di Indonesia. Luasan areal itu dimiliki 12 grup besar mencakup 122 perusahaan perkebunan.

Sekjen DPP Apkasindo Asmar Arsjad mengungkapkan, padahal tak sedikit perusahaan Malaysia tersebut menyalahi prosedur saat akan membuka areal kebun baru.

“Ternyata mereka juga tak memiliki kriteria membuka lahan seperti ada yang merusak hutan dengan cara membakar, tak mengantongi izin Amdal,” jelas Asmar belum lama ini.

Besarnya penguasaan lahan oleh negara pesaing Indonesia dalam komoditi crude palm oil (CPO) itu, papar Asmar, jelas mengkhawatirkan mengingat rencana Indonesia sebagai produsen minyak sawit mentah terbesar dunia, bisa jadi hanya sebatas angan-angan.

Petani sawit menginginkan agar pemerintah memperketat masuknya investasi asing dalam hal kepemilikan lahan, mengingat dewasa ini luas areal kebun sudah tidak banyak lagi. Sebab itu, banyak perusahaan kebun fokus membidik kawasan timur Indonesia ketika membuka lahan baru.

Namun, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) SUmut Irvan Mutyara menyatakan, penguasaan lahan oleh pihak asing di Indonesia termasuk Sumatera Utara tak masalah, dengan alasan itu juga dinilai sebagai investasi. “Asalkan mereka bermain di sektor hulu, tak apa-apa. Asalkan hilirnya kita kuasai,” terang Irvan.

CPO Indonesia Kuasai Dunia 44,8%

JAKARTA - Produksi minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) Indonesia semakin hari semakin meningkat. Jika pada 2006 CPO Indonesia mampu mendominasi 29,29 persen pasar dunia, kini pada 2008 terus meningkat menjadi 44,8 persen dari total produksi dunia.

Demikian pernyataan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, dalam sambutannya saat Peresmian Pasar Fisik CPO Terorganisir BBJ, di Hotel Four Season, Kuningan, Jakarta, Selasa (23/6/2009).

"Indonesia merupakan eksportir terbesar di dunia. Selama lima tahun produksinya meningkat mencapai 19,3 juta ton," ujar Mendag.

CPO, lanjut Mendag merupakan komoditas agroindustri yang mempunyai peranan penting atas kinerja ekspor nonmigas Indonesia pada 2008. Volume ekspor CPO beserta turunannya mencapai 14,29 juta ton dengan nilai USD12,37 miliar atau sebesar 11,47 persen dari nilai total ekspor nonmigas dalam negeri.
(rhs)

Indonesia Dijadikan Rujukan Pengembangan Sawit Dunia

JAKARTA - Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) berupaya menempatkan Indonesia sebagai rujukan pengembangan kelapa sawit dunia melalui penyelenggaraan acara internasional.

Hal tersebut diungkapkan Direktur PPKS Witjaksana Darmosarkoro dalam konferensi pers peluncuran International Oil Palm Conference (IOPC) 2010, di Hotel Shangri-La, Jakarta, Rabu (26/8/2009).

Even internasional tersebut salah satunya dengan digelarnya IOCP 2010 yang dilakukan setiap empat tahun sekali. Adapun IOPC 2010 mendatang akan dilaksanakan di Yogyakarta.

Selain itu, akan diselenggarakan pula pameran industri kelapa sawit dan pendukungnya dengan peserta diperkirakan lebih dari 150 perusahaan, di 130 booth dengan seribu peserta dari dalam negeri maupun luar negeri.

Adapun agenda utama IOPC yakni pakar kelapa sawit dari Afrika, Eropa, Asia, Amerika Selatan dan negara-negara produsen dan konsumen CPO akan memaparkan inovasi teknologi terbaru mereka di bidang budidaya, diversifikasi produk hilir, sosial ekonomi, pemasaran, dan masalah lingkungan di industri kelapa sawit.
(ade) ocezone.com

Sumut Jadi Basis Kelapa Sawit Nasional

MEDAN - Pemerintah akan menjadikan Sumatera Utara (Sumut) sebagai barometer pembangunan kelapa sawit nasional. Langkah ini upaya mewujudkan industri kelapa sawit terpadu bertaraf internasional atau North Sumatera Palm Oil Valley (NSPV).

Deputi Menteri Negara BUMN Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, Energi, dan Telekomunikasi Sahala Lumban Gaol menilai, Sumut layak menjadi patokan pembangunan kelapa sawit karena sejak 1911 sudah ada kebun kelapa sawit di daerah itu. Apalagi, sejumlah fasilitas dan perusahaan kelapa sawit sudah berkembang di provinsi ini, seperti Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP), Kantor Pemasaran Bersama (KPB), Sucofindo, dan PT London Sumatera (Lonsum).

"Yang pasti, didukung letak geografis yang berada di Selat Malaka dan merupakan kawasan The Golden Triangle, serta tanah subur dan iklim yang sesuai," ujarnya di sela-sela Workshop Nasional NSPV di Medan kemarin.

Guna mendukung program ini, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II, PT PN III,dan PT PN IV akan melakukan kerja sama dengan Kementerian Negara BUMN, Pemprov Sumut, PPKS, dan para pemangku kepentingan lainnya. Menurut dia, Kementerian BUMN akan berupaya semaksimal mungkin agar program ini segera terwujud.

Selain itu, Kementerian BUMN juga akan berkoordinasi dengan kementerian lain, seperti Departemen Perindustrian dan Departemen Perdagangan. "Pemerintah daerah juga harus serius terhadap rencana ini.Kerja sama dengan semua pihak baik swasta dan petani harus ada," ucapnya.

Sebagai langkah awal, PT PN II sudah menyiapkan lahan seluas 8.171 hektare (Ha). Rinciannya, kebun Bandar Klippa seluas 3.567 ha, Sampali-Saentis seluas 3.225 ha, kebun Helvetia 1.128 ha, dan Kuala Namu 250 ha. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sumut Irfan Mutyara mengatakan, rencana kawasan industri terpadu kelapa sawit ini merupakan program lama yang akhirnya terwujud.

Dengan demikian, dia optimistis industri kelapa sawit di daerah ini akan semakin berkembang. "Kadin telah menyampaikan rencana ini berulang kali kepada pemerintah. Dengan adanya workshop ini diharapkan bisa segera terwujud, tentunya dengan adanya dukungan dari semua pihak," ucapnya. (jelia amelida)
(Koran SI/Koran SI/rhs)